Latar Belakang
Penulis mencoba
membahas isu yang sedikit melebar keluar batas Indonesia; bila
akhir-akhir ini isu Nasional; PEMILU 2014, Korupsi, Skandal, yang sering
dibicarakan oleh banyak kalangan, ada baiknya kita membuka cakrawala ke
isu Regional dan Internasional; sebagai penyegaran dan sekaligus
pemahaman baru terkait isu-isu besar yang seharusnya lebih menjadi
perhatian kita.
Dinamika dunia
Internasional paling santer dibahas saat ini adalah mengenai pergeseran
hegemoni Amerika Serikat; khususnya di kawasan Asia-Pasifik sedikit demi
sedikit mulai tergerus oleh pesatnya pertumbuhan di China. Amerika
Serikat tentunya tidak menginginkan terjadi ketimpangan pengaruh; karena
dengan hilangnya hegemoni di kawasan Asia-Pasifik akan membawa dampak
kerugian sangat besar pada semua aspek kehidupan Amerika Serikat. Disisi
lain, China, direncanakan atau tidak, mereka telah menjelma menjadi
sebuah kekuatan besar baru membawa dampak positif dan negatif; sehingga
pertumbuhan di China merupakan koin yang memiliki 2 (dua) sisi; ancaman
dan peluang.
Indonesia, secara
geografis memiliki kelebihan luar biasa di kawasan Asia-Pasifik;
terutama karena daerah perlintasan perdagangan Internasional yaitu jalur
Laut China Selatan sebagai perairan tersibuk dan lalu Selat Malaka
merupakan wilayah teritori Indonesia, tentu hal ini menjadi sebuah
berkah bagi Indonesia namun dalam saat yang sama menjadi semacam kutukan
dikarenakan letak strategis inilah, Indonesia menjadi magnet pihak
“asing” untuk menancapkan “pengaruh dan kontrol”.
Gambar: Dok. Pribadi
Sejarah “Asing” di Indonesia
Kembali melihat
rentang perjalanan sejarah Indonesia dikaitkan dengan pihak “asing”;
dapat kita runut bahkan mulai dari jaman pra-kolonial, pada jaman
tersebut Indonesia atau lumrah juga disebut Nusantara merupakan kawasan
yang terdiri dari kumpulan kerajaan-kerajaan tersebar di beberapa
kawasan pulau-pulau utama. Pada jaman tersebut Indonesia telah menjadi
daya tarik pihak “asing”, terutama bangsa-bangsa berasal dari China dan
Arab, yang sebagian besar pada jaman tersebut mereka tertarik untuk
menjalin hubungan ekonomi, sosial, budaya, dan agama; dalam pandangan
penulis mungkin hanya pada jaman ini sepanjang sejarah kita sampai
dengan sekarang, pihak “asing” menjalin hubungan baik dan saling
menguntungkan kedua belah pihak.
Gambar: Dok. Pribadi
Memasuki jaman
kolonial; pihak “asing” sudah memiliki agenda lain selain menjalin
hubungan damai, pihak “asing” mulai menguasai tidak saja dengan cara
baik maupun dengan cara buruk sehingga terjadilah penjajahan terhadap
bangsa ini oleh Portugis, Spanyol, Belanda dan Jepang yang menjadi
masa-masa kelam dalam sejarah bangsa Indonesia.
Pada tahun 1945
akhirnya bangsa Indonesia dapat sedikit mengangkat kepala dengan
memproklamirkan Kemerdekaan, hanya saja kemerdekaan tersebut bagi pihak
“asing” menjadi semacam “surprise” yang tidak diperhitungkan sebelumnya,
jangan pernah kita melupakan bahwa sebelum kemerdekaan Indonesia
tepatnya pada tahun 1942 di Wina ada sebuah kesepakatan dibuat oleh
Sekutu; “Negara-Negara sekutu sepakat untuk merebut wilayah-wilayah yang
dikuasai oleh Jepang untuk dikembalikan kepada pemilik koloninya
masing-masing bila Jepang berhasil diusir dari wilayah pendudukannya”,
selanjutnya dikenal dengan nama Perjanjian Wina 1942, dan secara
psikologis masih menjadi dasar pihak “asing” (sekutu) merasa memiliki
kepentingan terhadap Indonesia.
Maka dari sinilah
rangkaian intervensi “asing” menjadi semacam sesuatu yang akan selalu
melekat dalam perjalanan bangsa Indonesia, walaupun kita telah merdeka
beberapa kejadian besar selalu melibatkan pihak “asing” didalamnya
seperti:
- Awalnya Indonesia terlibat aktif dalam pertemuan Non-Blok (KTT
Asia-Afrika, Bandung, 1955) namun magnet kelompok blok sangatlah besar
dan pada era 1960-an terjalin kedekatan Indonesia dengan kubu
sosialis/kiri (Soviet) membuat timbulnya pergesekan di dalam dan luar
negeri, berlanjut pecahnya konflik pada tahun 1965 dengan kejadian
G30SPKI, lalu berkembang menjadi gejolak politik, Presiden Soekarno
harus kehilangan jabatannya; tidak lepas juga dari campur tangan kubu
kapitalis/kanan (Amerika Serikat).
- Pada tahun 1998, yang masih melekat dalam ingatan sebagian
besar bangsa Indonesia, sebuah pergerakan yang membuat Presiden Soeharto
mengundurkan diri dari jabatannya, menurut beberapa kalangan dan juga
penulis yakini selain dikarenakan rentannya kondisi perekonomian
Indonesia saat itu kejadian ini juga disinyalir digerakan oleh
tangan-tangan “asing” dengan alasan terkesan dramatis salah satunya
karena Presiden Soeharto saat itu terindikasi mulai mendekatkan diri
kembali ke kubu sosialis/kiri (Rusia) dengan membatalkan pembelian
pesawat tempur dari Amerika Serikat lalu memilih memesan pesawat tempur
dari Rusia (1996-1997).
- Referendum dan lepasnya Timor-Timur dari Indonesia pada masa
kepemimpinan Presiden Habibie, langsung ataupun tidak langsung pihak
“asing” berperan aktif terhadap kejadian tersebut.
- Kedekatan Gus Dur dengan Israel, seakan menjadi pemantik diatas
siraman bensin; selain karena alasan kesehatan, keinginan menjalin
hubungan dengan Israel membuat gerah banyak kelompok, sehingga Gus Dur
akhirnya juga harus mengalami pemakzulan secara politik.
- Pada masa kepemimpinan Presiden Megawati, terjalin kerjasama
dengan pihak-pihak “asing” melalui penjualan beberapa BUMN terkait
kesulitan keuangan Negara, yang harus digaris-bawahi justru adalah keran
kerjasama Indonesia mulai dibuka lebar untuk kubu sosialis/kiri
(China), salah satu kerjasama yang benar-benar mengejutkan pada saat itu
sampai dengan sekarang adalah kontrak penjualan gas LNG Tangguh; harus
diakui bahwa indikasi kedekatan dengan China tersebut telah membuat
gerah Amerika Serikat, dan sangat mungkin kekalahan Megawati pada PEMILU
2004 dipicu karena besarnya kekhawatiran kubu kapitalis/kanan (Amerika
Serikat) apabila Megawati kembali menjadi Presiden Indonesia akan
memperbesar pengaruh kiri (China) di Indonesia sedangkan pengaruh yang
selama ini ditanam oleh pihak kanan (Amerika Serikat) akan memudar.
- Pada masa kepemimpinan Presiden SBY, dapat dikatakan merupakan
masa-masa bulan madu antara Indonesia dan kubu kapitalis/kanan, contoh
kedekatan dapat terlihat ketika Indonesia bersedia negosiasi dengan GAM,
kontrak-kontrak SDA yang lebih cenderung ke kubu kapitalis/kanan, The
Fox yang didukung kekuatan “asing” mengawal perjalanan politik SBY,
lobby-lobby luar negeri secara bilateral Indonesia lebih intensif dengan
kubu kapitalis/kanan; dan indikasi pengaruh dan kedekatan lainnya yang
mungkin pembaca lebih mengetahuinya.
Tahun depan 2014,
Indonesia akan melakukan perhelatan besar yaitu PILEG dan PILPRES, dari
ilustrasi diatas penulis pikir, pembaca sudah cukup cerdas melihat apa
yang sebenarnya terjadi nanti pada pesta demokrasi yang akan kita
laksanakan tersebut. Apabila anda berpikir tahun depan adalah sebuah
kegiatan bagi kepentingan sekelompok partai politik di Indonesia saja,
anda bisa jadi salah besar karena tidak melihat kepentingan “asing”
bermain.
Kanan vs Kiri
Pemberitaan mengenai
Amerika Serikat yang dalam kondisi ‘Shut Down’ telah mengguncang dunia
Internasional; pada saat bersamaan pertumbuhan China dalam segala aspek
juga telah menarik perhatian dunia Internasional. Kedua kondisi diatas
telah membuat terjadinya pergeseran hegemoni, salah satunya di kawasan
Asia-Pasifik, saat ini dunia sedang mencari titik keseimbangan baru.
China mulai menunjukan
eksistensinya selama 1 (satu) dekade terakhir dan akan terus meningkat
pada dekade-dekade mendatang, terutama pada wilayah Laut China Selatan,
klaim wilayah oleh China berdasarkan 9 garis putus-putus perbatasan kuno
yang memasukan hampir semua wilayah Laut China Selatan sampai ke
perairan Natuna bukanlah sebuah wacana, hal ini paling berpotensi besar
kearah konflik antar Negara yang luar biasa besar, Indonesia dengan
posisi strategisnya hampir dapat dipastikan akan terseret masuk ke
konflik kawasan.
Gambar: http://apdforum.com
Manuver militer China sudah mulai menunjukan kearah konflik besar dan melebar seperti beberapa rentetan kejadian berikut:
- 2009: Kapal selam bertenaga nuklir milik AL China berlayar dalam
parade di perairan Qintao, China, 23 April 2009. Hampir semua Negara
Asia yang memilki garis pantai memperkuat armada kapal selam mereka di
tengah memanasnya sengketa wilayah, salah satunya Laut China Selatan.
- 2010: awal bulan Juli 2010 Angkatan Laut China mengadakan
latihan pendaratan di dekat Pulau Natuna dengan menggunakan kapal
pendarat kelas Yuyi.
- 2011: Sengketa antara Filipina dan China atas klaim yang
bertentangan terhadap Kepulauan Spratly meningkat pada tahun 2011, juru
bicara Pemerintah Filipina mulai menyebut seluruh kawasan laut tersebut
sebagai Laut Filipina Barat. Dalam layanan Administrasi Atmosferik,
Geofisika, dan Astronomik Filipina (PAGASA) bersikukuh bahwa kawasan
tersebut akan selalu disebut sebagai Laut Filipina.
- 2012: China pamer kekuatan, Perdana Menteri Wen Jiabao
menggambarkan pengerahan kapal induk dengan panjang 300 meter,
menunjukkan ‘keperkasaan dan kekuatan yang besar”. Berlayarnya kapal
tersebut berlangsung di tengah ketegangan China dengan Jepang dan
Filipina serta sejumlah Negara lainnya terkait dengan konflik teritorial
di kawasan.
- 2013: Sebuah kapal perusak AS akan bergabung dengan kapal
Angkatan Laut Filipina, untuk latihan perang mulai Kamis (27/6/2013)
dekat daerah yang diklaim China di Laut China Selatan. Manuver itu,
menambah ketegangan dengan China soal klaim teritorial.
- Kemarahan Taiwan atas Filipina terkait penembakan nelayannya
pekan lalu masih berlanjut. Hari ini Taiwan menggelar latihan perang
dekat perbatasan maritim Filipina.
Ketegangan ini
dipertajam dengan rencana Amerika Serikat yang akan pindah fokus dari
Timur Tengah ke Asia-Pasifik pada tahun 2020 dengan menempatkan 60%
kekuatan Angkatan Laut di wilayah Asia-Pasifik, melalui pernyataan
Menteri Pertahanan Amerika Serikat Leon. E. Panetta disampaikan bahwa
rencana tersebut tidak terkait dengan usaha membendung kekuatan China di
Asia-Pasifik. Akan tetapi langkah tersebut setidaknya membuat
Pemerintah Indonesia ketar-ketir, melalui Menteri Luar Negeri Indonesia
Marty Natalegawa menyatakan kekhawatirkan dan menegaskan bahwa Indonesia
berada pada posisi tidak baik yaitu memilih diantara 2 (dua) kekuatan;
Amerika Serikat dan China.
Kondisi Amerika
Serikat yang sedang carut marut; menjadi semacam anti klimaks dari peran
sentral Amerika Serikat di kancah Internasional, laju pertumbuhan China
yang belum terlihat akan berhenti; cepat atau lambat akan mulai
mengimbangi bahkan sangat mungkin melewati kekuatan dan pengaruh Amerika
Serikat dan hal ini sangat disadari oleh China dan pihak lainnya, baik
yang berseberangan maupun beraliansi.
Dari postur kekuatan
perang, berdasarkan peringkat yang dirilis oleh Global Fire Power 2013,
Amerika Serikat masih menduduki peringkat pertama dengan index 0.2475
sedangkan China pada peringkat ketiga dengan index 0.3351. Dengan
memanfaatkan momentum saat ini maka China akan mulai mengejar untuk
bersanding sejajar dengan Amerika Serikat, terlihat pada nilai belanja
militer, China bercokol membayangi Amerika Serikat pada urutan kedua;
nilai belanja militer China akan terus membesar dan Amerika Serikat
justru akan mengecil atau stagnan kalaupun bertambah, nilainya tidak
akan signifikan:
15 Negara dengan belanja militer terbesar (Dalam Milyar $ USD):
1. Amerika Serikat (682)
2. China (166)
3. Rusia (90,7)
4. Inggris (60,8)
5. Jepang (59,3)
6. Perancis (58,9)
7. Saudi Arabia (56,7)
8. India (46,1)
9. Jerman (45,8)
10. Italia (34,0)
11. Brasil (33,1)
12. Korea Selatan (31,7)
13. Australia (26.2)
14. Kanada (22,5)
15. Turki (18.2)
…… Indonesia (8.3)
Dengan kondisi dunia
seperti saat ini, penulis meyakini waktu 6 tahun (2014-2020) sangatlah
cukup bagi China mengejar posisi Amerika Serikat setidaknya untuk
mengimbangi kekuatan dan pengaruh pada kawasan Asia Pasifik. Hal ini
tentunya membuat Amerika Serikat dalam posisi mewaspadai; dan juga
Negara-Negara di kawasan terutama yang bersengketa langsung dengan China
mulai menyusun strategi perang.
Indonesia yang
berdasarkan peringkat kekuatan berada pada posisi 15, sebaiknya tidak
terlena karena bila dilihat dari belanja militer Indonesia yang hanya 8
Milyar USD sangatlah tidak berarti; 1/20 belanja militer China, 1/85
belanja militer Amerika Serikat bahkan apabila Indonesia meningkatkan
belanja militer 2 (dua) kali lipat menjadi sebesar 16 Milyar USD posisi
tersebut masih dibawah belanja militer Turki yang berada di urutan 15,
dan harus disadari walaupun target Minimum Essential Force (MEF) akan
tercapai pada tahun 2019 seperti yang disampaikan oleh Menteri
Pertahanan Indonesia Purnomo Yusgiantoro, kondisi ini masih cukup
memprihatinkan mengingat potensi ancaman besar dan nyata akan dihadapi
dalam kurun waktu dekat.
Masa Depan Indonesia
Berbicara aktor dalam
peta persaingan dunia, terdapat 4 (empat) aktor utama; selain kubu kanan
dan kubu kiri terdapat kubu yang penulis namakan kubu depan dan kubu
belakang. Penamaan kubu depan karena karakteristik cenderung
terang-terangan di depan berseberangan dengan semua kubu lainnya
mewakili sebagian besar bangsa Arab dan penamaan kubu belakang karena
karakteristik cenderung di belakang layar mewakili sebagian besar bangsa
Yahudi; penamaan dengan istilah kanan, kiri, depan, belakang agar
unsur-unsur SARA hilang dan pembahasan ini tidak melebar ke perdebatan
keyakinan dan perlu ditegaskan juga bahwa penulis tidak menggali
persoalan ideologi dan agama tetapi fokus tulisan ini adalah persoalan
pengaruh dan kontrol terutama terhadap aspek-aspek politik, ekonomi, dan
pertahanan keamanan.
Aktor-aktor dunia
tersebut merupakan refleksi kondisi di Indonesia selanjutnya penulis
namakan kelompok, berdirinya Indonesia juga merupakan konsolidasi 3
(tiga) kelompok yang dekat/dipengaruhi kubu-kubu; kanan, kiri dan depan
sedangkan kubu 1 (satu/belakang) masuk daftar hitam Indonesia sejak
kemerdekaan sampai sekarang karena bertentangan dengan prinsip-prinsip
dasar yang dianut Indonesia terkait konsep kemerdekaan (Israel vs
Palestina), kalaupun kubu belakang pernah akan diakomodir masuk
Indonesia adalah saat Indonesia dipimpin oleh Presiden Gus Dur namun
sebelum terjadi, mereka langsung di “cut” oleh kelompok kiri dan depan
sehingga balik ke habitatnya di belakang layar; 3 (tiga) kelompok
tersebut, pada awalnya dirangkul bersama oleh pendiri bangsa Indonesia;
Soekarno, sejalan dengan waktu pergesekan terjadi dan menyebabkan
perpecahan dimulai dari DI/TII dan puncaknya G30SPKI akhirnya
dimenangkan kelompok kanan + 1 (satu/belakang).
Apa yang sedang
terjadi saat ini juga cukup jelas terlihat bahwa sedang berlangsung
pertarungan politik dari 3 (tiga) + 1 (satu/belakang), hanya saja
kelompok depan selalu dijadikan tameng khususnya oleh kanan + 1
(satu/belakang); mengambil contoh dari Afghanistan pada masa pendudukan
oleh Uni Soviet, Taliban disokong secara penuh oleh Amerika Serikat agar
Uni Soviet dapat terusir dari Afghanistan, akan tetapi setelah Uni
Soviet hengkang alih-alih kemandirian yang didapatkan malah sekarang di
Afghanistan, Amerika Serikat yang menjadi musuh Taliban.
Kejadian yang mirip
dengan Afghanistan dapat terlihat di Indonesia dalam skala cerita lebih
kecil dengan kejadian yang baru saja dipertontonkan, ketika Menteri
Dalam Negeri melontarkan wacana tentang FPI dan Kepala Daerah yang
berkembang menjadi konfrontasi antara kiri dan depan, kalau saja
kelompok kiri dan depan sedikit membuka mata mungkin tidak perlu terjadi
konfrontasi; karena mereka sedang dimanfaatkan untuk saling berhadapan
sehingga kanan + 1 (satu/belakang) tidak perlu mengotori tangannya untuk
bertarung secara terbuka.
Dengan melihat
dinamika yang ada; seharusnya kelompok kiri dan depan dapat bersatu atas
dasar common enemy (kanan) + 1 (satu/belakang) bukan malah dengan
mudahnya dibenturkan satu dengan lainnya, strategi seperti ini merupakan
strategi kuno yang seharusnya kiri dan depan sudah mulai bersikap
dengan cerdas menghadapinya bukan justru mengulangi sejarah kelam; pada
jaman pra-kolonial, kerajaan-kerajaan Nusantara hidup berdampingan
dengan damai bersama China dan Arab sampai akhirnya dirusak dengan adu
domba oleh penjajah (kolonial).
Dari penjabaran
singkat diatas, semuanya sudah cukup terang benderang mengenai kondisi
saat ini dan masa depan Indonesia, namun ada satu isu lagi yang ingin
penulis sampaikan dan cukup mengejutkan adalah apa yang ada didalam
agenda pihak-pihak “asing” terutama kanan + 1 (satu/belakang) terkait
masa depan Indonesia, salah satunya adalah rekomendasi resmi dikeluarkan
oleh RAND Corporation kepada Pentagon (Amerika Serikat) bahwa Indonesia
harus dibagi 8 wilayah.
Target kanan sudah
dapat ditebak; status QUO, sebagai pihak berpengaruh dan mengontrol atau
bila pengaruh dan kontrol tidak dapat dipertahankan maka tidak boleh
ada kelompok lain yang berpengaruh dan/atau mengontrol di Indonesia
(with us or against us), sehingga agenda memecah wilayah Indonesia
ataupun menyerang Indonesia merupakan ancaman yang tidak dapat di
pandang enteng.
Dimanakah posisi kiri
dan depan terkait Indonesia kurang lebih sama yaitu ingin berpengaruh
dan mengontrol, penulis akan meminjam pemikiran dari Hans Morgenthau:
bahwa pria dan wanita memiliki “keinginan untuk berkuasa”. Hal ini dapat
kita lihat didalam dunia politik khususnya politik internasional;
“politik adalah perjuangan memperoleh kekuasaan atas manusia, dan apapun
tujuan akhirnya, kekuasaan adalah tujuan terpentingnya dan cara-cara
memperoleh, memelihara dan menunjukan kekuasaan menentukan teknik
tindakan politik”.
Bagaimana dengan
bangsa Indonesia? Tidak banyak yang memikirkan kompleksitas kepentingan,
karena permasalahan Nasional saja sudah sangat pelik terutama masalah
korupsi sistematis hingga dapat dikategorikan sebagai bahaya laten;
dengan apa yang sedang berkembang di masyarakat; penulis menangkap 1
(satu) esensi dasar bahwa masyarakat sudah muak, membuat tingkat
kepercayaan yang sangat rendah terhadap pelaksana Pemerintahan dan
Negara sehingga masyarakat sedang aktif bergerak memimpikan perubahan,
kearah yang lebih baik; fenomena ini harus dibayar mahal oleh kelompok
kanan + 1 (satu/belakang), kehadiran mereka selama ini telah sangat
mengecewakan dan akan segera ditinggalkan; pengaruh dan kontrol mereka
akan mulai terkikis drastis disisi lain menjadi peluang yang akan
diperjuangkan untuk dimenangkan oleh kelompok kiri, sedangkan kelompok
depan dalam situasi ini belum dapat menunjukan eksistensi mereka secara
politik.
Dikarenakan semua
pihak berkeinginan untuk berkuasa, penulis berpendapat skenario perang
hampir dapat dipastikan terjadi, kapankah? Melihat beberapa kejadian
besar diatas maka dalam jangka pendek target pertamanya adalah perebutan
melalui jalur politik pada PEMILU 2014, dari hasil PEMILU 2014 ini maka
tindakan selanjutnya berkembang ke PEMILU 2019 dan 2020-2030. Beberapa
skenario yang dapat penulis bayangkan adalah sebagai berikut:
Gambar: Dok. Pribadi
Didalam Intelijen,
umum dikenal cara menghitung tingkat ancaman dengan rumus yang merupakan
kombinasi dari Intention (niat), Capability (kemampuan), Circumstances
(keadaan); terkait ancaman perang antara kanan dan kiri penulis mencoba
memberikan ilustrasi secara singkat sebagai berikut:
- Intention (Niat):Kanan – Dengan agenda memecah Indonesia dan
pergerakan kekuatan pada tahun 2020 demi mempertahankan pengaruh di
Negara-Negara Asia-Pasifik, kuat mengindikasikan bahwa status QUO akan
dipertahankan dengan ataupun tanpa kekuatan.Kiri – Manuver dan unjuk
gigi kekuatan khususnya di perairan Laut China Selatan serta intensifnya
China melakukan komunikasi dan menancapkan pengaruh terhadap
Negara-Negara di Asia Tenggara kuat mengindikasikan bahwa China akan
merebut pengaruh dan kontrol terhadap kawasan Laut China Selatan dan
Negara-Negara di kawasan (Asia Tenggara).
- Capability (Kemampuan):Kanan – Dari ilustrasi peringkat dan
belanja militer diatas, Amerika Serikat sangat siap untuk perang.Kiri –
Memanfaatkan kondisi Amerika Serikat yang mengalami hantaman
perekonomian dan momentum pertumbuhan pesat China, dalam rentang waktu 6
tahun (2014-2020) China akan siap untuk perang.
- Circumstances (Keadaan):Terjadinya perang tergantung dari
Indonesia yang akan berperan sebagai war maker;Kanan – Apabila pengaruh
Amerika Serikat hilang terhadap Indonesia dan/atau Indonesia berpihak
kepada China maka berpeluang besar terjadi perang; sulit terelakan
karena besarnya kepentingan mereka di Indonesia maka usaha merebut
kembali atau malah menyerang Indonesia dengan tujuan agar tidak ada
pihak yang merebut kepentingan mereka di Indonesia dengan mudah.
Kiri – Apabila China dapat memastikan Indonesia memihak dan/atau
pengaruh dan kontrol dipegang oleh kelompok pro China, atau setidaknya
Indonesia dalam posisi tidak memihak siapapun; China akan siap untuk
berkonfrontasi karena dengan keberpihakan atau ketidak-berpihakan
Indonesia maka perang terbuka akan seimbang bahkan peluang China
memenangkan perang menjadi sangat besar.
Dapat terlihat bahwa 3
(tiga) unsur ancaman sudah terpenuhi pada tingkatan yang menurut
penulis sudah pada level tinggi dan penulis yakin skenario perang telah
disadari oleh Pemerintah walaupun akan terdapat perbedaan perspektif
ukuran faktor ancaman Pemerintah dan penulis, dan semoga melalui tulisan
ini, ancaman tersebut dapat disadari dan diketahui juga oleh rakyat
Indonesia.
Khusus pada faktor
keadaan mengapa penulis nilai pada level tinggi karena kanan + 1
(satu/belakang) akan kehilangan pengaruh dan kontrol atas Indonesia dan
kelompok kiri yang lebih dekat ke China akan mengambil alih pengaruh dan
kontrol tersebut secara politik pada PEMILU 2014, dari 2 (dua) partai
yang memiliki kedekatan dengan kelompok kiri berpotensi besar dan juga
masing-masing memiliki jagoan Capres dengan elektabilitas tertinggi
nomor 1 dan nomor 2 menurut sejumlah survei, sepertinya akan memenangi
mayoritas kursi legislatif dan perebutan Kepemimpinan Nasional, kedua
partai ini merupakan koalisi sehingga dapat berkuasa secara stabil dan
skenario kelompok kiri dapat berjalan tanpa hambatan berarti nantinya.
Dengan hasil seperti ini, dapat ditebak akan memunculkan kemarahan
Amerika Serikat, dan puncaknya adalah opsi cara-cara dengan menggunakan
kekuataan akan terjadi.
Mengapa Indonesia
begitu penting; hal ini dikarenakan Indonesia memiliki letak sangat
strategis, menguasai Laut China Selatan belum berarti banyak apabila
tidak bisa berpengaruh terhadap Selat Malaka; dan untuk berpengaruh di
Selat Malaka yang merupakan wilayah teritori Indonesia berarti harus
dapat memegang pengaruh dan kontrol di Indonesia, selain itu Indonesia
dikenal berperan sebagai perekat kawasan (Asia Tenggara), apabila
perekatnya hilang maka kawasan (Asia Tenggara) akan tercerai berai
sehingga mudah diintervensi.
Keberpihakan Indonesia
akan membuat China mendapatkan keuntungan, Indonesia dapat menjadi
semacam pemotong dan/atau penghambat kekuatan terutama yang bergerak
dari Australia, Singapura dan Malaysia. Atau setidaknya yang dibutuhkan
oleh China adalah Indonesia dalam posisi tidak memihak siapapun, hal ini
sama saja kawasan (Asia tenggara) tidak memiliki perekat dengan kondisi
tersebut sudah lebih dari cukup bagi China memenangkan peperangan.
Peluang Amerika
Serikat mempertahankan pengaruh dan kontrol atas Indonesia sangat kecil
bila dikorelasikan dengan kondisi politik di Indonesia terkini,
masyarakat sedang dalam titik terendah tingkat kekecewaannya terhadap
Pemerintah yang mengelola Negara ini, kelompok kanan + 1 (satu/belakang)
yang selama ini diuntungkan oleh penguasa telah diberikan cukup waktu
untuk menunjukkan peranannya, anggap saja mulai dari tahun 1965 sampai
2014 berarti hampir 50 tahun keleluasaan didapatkan akan tetapi tidak
memberi manfaat yang baik bagi Indonesia bahkan cenderung kesengsaraan,
disisi lain kelompok kiri menawarkan harapan perubahan.
Ditambah dengan
kondisi Amerika Serikat (prahara ekonomi), kalau dianalogikan mereka
sekarang bagaikan kartu mati, tetap bersama mereka Indonesia tidak
memiliki harapan perubahan malah sebaliknya memburuk karena akan
dimanfaatkan untuk membantu menyehatkan keadaan mereka yang sedang sakit
parah, disisi lain kondisi China sangat menjanjikan bagaikan sebuah
bunga yang baru mekar dan sedang harum.
Skenario perang sudah
didepan mata, rangkaian waktu akan dimulai pada saat pergantian pengaruh
dan kontrol di Indonesia dari kelompok kanan + 1 (satu/belakang) ke
kelompok kiri, namun ada sebuah pertanyaan lebih besar lainnya yang
harus dijawab terkait isu ini, tidak saja kapan terjadinya; tetapi apa
yang telah kita siapkan apabila terjadi?
Secara mental dan
psikologis, penulis tidak akan meragukan kesiapan angkatan bersenjata
maupun rakyat Indonesia atas skenario apapun yang akan dihadapi oleh
bangsa ini, bukan tanpa alasan penulis meyakininya dan dapat terlihat
dari beberapa argumen berikut, karena:
- Argumen pertama adalah karena secara budaya bangsa Indonesia dari
jaman dahulu (pra-kolonial) terkenal sebagai bangsa perang,
cerita-cerita kejayaan kerajaan Nusantara melegenda terutama di kawasan
Asia sampai ke daratan India dan China sebagai bangsa penguasa dan siap
bila peperangan terjadi.
- Argumen kedua adalah Indonesia cukup berpengalaman berperang
pada jaman kolonial, kisah-kisah peperangan menghiasi perjalanan bangsa
Indonesia demi kebebasan.
- Argumen ketiga adalah jaman Kemerdekaan, Indonesia dihiasi dengan peperangan pada 1 (satu) dekade awal merdeka.
- Argumen keempat adalah dijaman orde baru dan reformasi;
peperangan Timor-Timur, peperangan melawan OPM dan GAM, ataupun
peperangan dalam konteks dan skala berbeda yaitu konflik internal
terutama masalah politik (Pilkada, Pilpres, dan lainnya).
- Argumen kelima adalah contoh nyata dari kasus khusus yaitu
dengan Malaysia baik masalah sengketa perbatasan ataupun yang lebih
sederhana persaingan pertandingan olahraga sepakbola, segenap komponen
bangsa bergerak untuk menantang Malaysia berperang.
Kesimpulannya, secara
mental dan psikologis Indonesia siap berperang, dan penulis justru
memiliki penilaian sendiri mengenai karakteristik bangsa ini terkait
perang; bahwa bila terjadi konflik terutama dengan pihak “asing” bangsa
ini akan cenderung memilih berperang tanpa memikirkan menang atau kalah
dan semangat atau kenekatan ini yang menjadi faktor “deterrence”
penyebab musuh segan terhadap Indonesia.
Akan tetapi dalam
memenangkan peperangan tidak cukup hanya bermodalkan mental, dukungan
persenjataan juga harus diperhitungkan; Seperti sedikit disinggung
diatas, saat ini Indonesia berada pada peringkat 15 kekuatan militer
dunia akan tetapi melihat ke belanja militer yang hanya 8 Milyar USD
masih sangat jauh dari cukup dalam menghadapi perang yang telah
diilustrasikan.
Penulis berpendapat,
Indonesia harus dapat meningkatkan kekuatannya untuk masuk setidaknya di
peringkat 10 (sepuluh) besar, dan hal ini salah satu caranya dengan
meningkatkan belanja militer yang juga masuk kategori 10 (sepuluh) besar
sekitar 34 Milyar USD, melihat APBN saat ini yang sebesar 1700 Triliun
Rupiah artinya Indonesia setidaknya mengalokasikan 20% dari total APBN
untuk belanja militer.
Tujuan belanja militer
yang besar adalah ketika skenario perang terjadi dan Indonesia terseret
ke dalamnya; mengingat Indonesia dalam posisi mengerucut kepada aliansi
dengan China berarti Indonesia harus siap berhadapan dengan kekuatan
Negara-Negara tetangga yang tergabung dalam persemakmuran terutama
Australia, Singapura dan Malaysia; untuk itu sangat diperlukan kekuatan
serang (attack), mau tidak mau belanja militer sebesar 8 Milyar USD yang
tujuannya mencegah (deterrence) tidak akan mencukupi, dan karena waktu
yang sangat pendek dengan peningkatan signifikan maka diharapkan
Indonesia dapat mengejar dan mengimbangi kekuatan gabungan Negara-Negara
tersebut.
Tujuan lainnya adalah
ketika skenario perang terjadi dan Indonesia memilih tidak terlibat
(non-aliansi); Indonesia pada saat itu harus cukup kuat untuk membuat
baik kanan maupun kiri berpikir keras sebelum mencoba untuk menyerang,
dan kalaupun mereka menyerang; Indonesia dapat membendung kekuatan
tersebut, hal ini sebagai tindakan pencegahan karena ketika dalam posisi
non-aliansi tidak ada jaminan Indonesia tidak diserang oleh 2 (dua)
kekuatan yang sedang memusatkan kekuatan perangnya di sekitar wilayah
Indonesia.
Mungkinkah terpenuhi
belanja militer sebesar 34 Milyar USD? Jawabannya hampir mustahil akan
tetapi memungkinkan; target belanja sebesar 34 Milyar USD tidak
dilaksanakan pada tahun pertama (2014) dan kedua (2015) Pemerintahan
baru berkuasa, karena 2 (dua) tahun awal kekuasaan pemerintahan terpilih
harus menyelesaikan masalah Nasional terlebih dahulu mengenai korupsi
sistematis dan dihilangkan atau setidaknya ditekan secara sistem dengan
diiringi tindakan tegas.
Begitu kompleksnya
sistem yang ada membuat korupsi ini sulit dilawan namun penulis akan
mengambil ide yang diutarakan oleh Eric Bonabeau, dalam jurnal yang
berjudul Understanding and Managing Complexity Risk bahwa dalam
menyelesaikan masalah yang rumit dibutuhkan tindakan penyederhanaan
sehingga masalah tersebut dapat terlihat lebih mudah lalu mempermudah
menemukan solusinya; akan tetapi ketika kompleksitas tersebut sudah
sangat akut seperti yang ada di Indonesia maka berdasarkan pemikiran
Eric Bonabeau dikatakan “complexity, not less, and that progression will
continue unless war or revolution resets the entire system”; dapat juga
diartikan perlunya sebuah tindakan revolusioner yaitu membuat sistem
baru, hal ini dapat terlaksana dimulai dari kemauan kuat Pemerintahan
terpilih dan Legislatif; serta dukungan penuh dari rakyat; bersama-sama
sepakat bergerak sangat cepat menyusun perangkat sistem baru bagi
Indonesia.
Bila korupsi
sistematis tersebut dapat dihilangkan atau setidaknya ditekan dengan
sistem baru pada tahun pertama maka pada tahun kedua diharapkan telah
terlihat hasilnya, yaitu efisiensi dan efektifitas keuangan Negara
(pemasukan dan pengeluaran) tambahan pemasukan keuangan harus
ditargetkan atau memastikan kebocoran penggunaan keuangan Negara yang
biasanya sebesar 10% - 20% tidak terjadi lagi; tentu angka sebesar 34
Milyar USD dapat terwujud dengan mudah. Mulai dari tahun ketiga 2016
sampai PEMILU 2019 merupakan waktu yang tersisa untuk memaksimalkan
belanja militer Indonesia.
Itulah tantangan awal
yang akan dihadapi oleh Pemerintahan terpilih 2014-2019 dan segenap
komponen bangsa Indonesia dan masalah ini harus menjadi agenda semua
pihak serta tidak dapat dianggap sepele, kegagalan mempersiapkan diri
akan berdampak besar terhadap masa depan Indonesia; selain itu proses
selama pelaksanaan Pemerintahan pasca PEMILU 2014 akan semakin berat
terlebih pihak yang kalah tidak akan menyerah begitu saja sehingga
tekanan dari dalam juga semakin besar dan butuh ketegasan dalam
penanganannya; dampak dari ketidak-siapan (ancaman luar) dan pergesekan
Nasional (ancaman dalam) tersebut dapat dibayangkan dari rangkaian
ilustrasi pada tulisan ini adalah keruntuhan Republik Indonesia.
Bagaimanakah bila
ternyata perang tersebut tidak terjadi? Jawabannya adalah Indonesia
tetap perlu perubahan politik, perbaikan ekonomi dan peningkatan
kekuatan pertahanan keamanan. Perubahan politik dapat dipastikan
dimenangkan dan menjadi milik kelompok kiri, kelompok kanan + 1
(satu/belakang) tersingkirkan, kelompok depan belum dapat berperan
banyak melihat kondisi saat ini tidak adanya figur dan dukungan yang
kuat dari rakyat membuat mereka sebagai kelompok yang tidak menang namun
dapat bertahan, kelompok depan dapat memilih bergabung dengan kiri atau
membangun kekuatan politik untuk merebut pengaruh dan kontrol di
Indonesia di masa depan.
Bagaimanakah Indonesia
dalam pengaruh dan kontrol kelompok kiri serta kedekatan dengan China
nantinya? Sejarah membuktikan bahwa bangsa China dan Arab pada jaman
pra-kolonial yang menjalin hubungan dengan bangsa ini bersifat timbal
balik saling menguntungkan, bila memang nanti kelompok kiri memenangkan
pengaruh dan kontrol di Indonesia, bangsa ini harus memastikan prinsip
saling menguntungkan berjalan dengan benar dari hubungan Indonesia –
kubu kiri (China); serta tetap memiliki batasan yang jelas dan tegas
terkait masalah Ideologi dan Kepentingan Nasional, jangan sampai
terulang keadaan menyedihkan dari hasil hubungan kita dengan kelompok
kanan + 1 (satu/belakang).
Selain itu, bangsa
Indonesia dalam masa perubahan harus sudah memikirkan kemandirian secara
menyeluruh, sehingga menjadi bangsa yang memiliki prinsip kuat dan
tegas, suatu saat apabila ternyata hubungan baru dengan kelompok kiri
yang terjalin tidak lebih baik dari hubungan lama dengan kelompok kanan +
1 (satu/belakang), Indonesia telah siap memutuskan hubungan tanpa
menganggu stabilitas Negara.
Dilihat dari aspek
ekonomi kedekatan dengan kubu kiri terutama China yang sedang mengalami
pertumbuhan pesat, dengan hubungan kemitraan sejajar dan saling
menguntungkan maka Indonesia akan menjelma menjadi kekuatan sama
besarnya dalam waktu singkat; ditambah dari aspek pertahanan keamanan,
kerjasama 2 (dua) Negara besar dengan kekuatan besar di kawasan ini akan
membuat Indonesia disegani lawan maupun kawan; terakhir dari aspek
politik, selama Pemerintahan terpilih bekerja setulus hati demi
kepentingan rakyat maka kejayaan dan kemakmuran pada masa emas bangsa
Indonesia dapat kembali bersinar.
Perubahan kearah yang
lebih baik inilah yang diimpikan sebagian besar rakyat Indonesia, dan
saat ini tawaran kelompok kiri yang sedang tumbuh pesat secara timing
sangat tepat bersamaan dengan kondisi kelompok kanan + 1 (satu/belakang)
yang sedang terjun bebas dan sedang sekarat sehingga tidak dapat
diharapkan membawa perubahan terlebih kesempatan yang pernah mereka
dapatkan tidak dimanfaatkan dengan baik dan benar, namun justru
menyakiti hati rakyat Indonesia, kelompok depan pun sedang dirudung
banyak permasalahan serta tidak adanya figur yang menarik hati rakyat
membuat jalan kelompok kiri menjadi sangat mulus; semoga perubahan yang
diimpikan tersebut tercipta seiring pergantian kelompok yang berpengaruh
dan mengontrol di Indonesia, sudah cukup lama bangsa ini terpuruk
ibarat tikus yang mati di lumbung padi, dan sekarang saatnya Indonesia
menjadi tuan tanah yang menikmati hasilnya.
Penutup
Dari uraian tulisan ini, penulis menarik kesimpulan, sebagai berikut:
1. Indonesia
menghadapi ancaman luar (perang) dan dalam (konflik nasional) pada waktu
dekat dan butuh respon cepat, tepat, dan terarah agar Indonesia siap
dan tanggap sehingga keruntuhan Indonesia tidak terjadi.
2. Indonesia tidak memiliki banyak waktu hanya 1 (satu) periode
kepemimpinan yaitu 5 tahun (2014-2019) sebagai penentu utama bagi masa
depan Indonesia.
3. Indonesia sedang kritis, penderitaan dan kekecewaan rakyat sangat tinggi sehingga dibutuhkan perubahan yang revolusioner.
4. Hegemoni dunia bergeser dan akan pindah dari Amerika Serikat ke
China, Indonesia sudah semestinya cerdas dalam menyikapi dinamika ini
sehingga tidak ‘stuck’ bersama orang sakit yang selama ini
menyengsarakan; bergerak mencari perubahan, dan saat ini pilihan terbaik
yang tersisa bersama orang baru yang sedang bersinar.
5. Selama dalam proses perubahan dengan ataupun tanpa bantuan pihak
“luar”, Indonesia harus memikirkan dan berusaha bangkit demi mengarah ke
kemandirian sejati.
Penulis juga menitipkan saran kepada beberapa pihak, yaitu:
1. Rakyat: bersatulah jangan mudah diadu-domba, ciptakan stabilitas dengan tetap bergerak menuju perubahan dan kemandirian.
2.
Kelompok kanan + 1 (belakang): mulailah mempertimbangkan
kembali secara matang hubungan dengan pihak “luar” (kubu kanan), karena
mereka sedang terpuruk dan sepertinya akan jatuh, tentunya jangan sampai
ikut terjatuh bersama mereka.
3. Kelompok kiri: Jagalah kepercayaan yang diberikan rakyat Indonesia,
berjuanglah dengan sepenuh hati dan maksimal demi kemajuan dan kejayaan
Indonesia di masa depan, waktu anda tidak banyak untuk membuktikan diri
bahwa anda layak dipercaya.
4. Kelompok depan: Tetaplah berjuang dalam koridor kebaikan, bangunlah
kekuatan politik dan tunjukan diri bahwa masa anda akan tiba.
5. Semua pihak baik luar maupun dalam: Indonesia adalah Negara perang,
Indonesia tidak takut berperang, bila waktunya tiba Indonesia siap
menyambutnya, sebelum tiba pikirkan dan persiapkan dengan matang
peperangan tersebut.
Dari kacamata
stratejik masih banyak yang dapat penulis eksplorasi mengenai isu dalam
tulisan ini; maka dari itu tulisan ini akan terus berkembang dan
bersambung ke tulisan lain, selanjutnya penulis akan mencoba memperkuat
pembahasan dengan tulisan lebih fokus mengupas terhadap sub-sub dari isu
utama secara satu persatu agar menjadi satu kesatuan dalam membuka
cakrawala pembaca dan menjadi pengetahuan yang memberikan manfaat bagi
pembaca.
Silahkan disebarkan bila artikel ini bermanfaat.
postingan selesai ........
JOS JOS JOS JOS JOS
PILIH PRESIDEN 2014 YANG CINTA RAKYAT ......
KALAU BISA JANGAN MEMILIH PRESIDEN YANG MEMILIKI PERUT BESAR ALIAS GEMUK !!!!!!!
JANGAN KAN MEMIKIRKAN RAKYAT, OTAKNYA HANYA INGIN MENYENANGKAN NAFSU KERAKUSAN DUNIA DENGAN MEMAKAN APA SAJA ASAL KENYANG TIDAK PEDULI ANDA SENGSARA !!!!!! (kiasan)
JADI PILIH PRESIDEN YANG KURUS TAPI MEMIKIRKAN RAKYAT !!!!
(Early Warning) Runtuhnya Indonesia; Target “Asing” Pemilu 2014 dan 2019, Perang 2020-2030