Analisis Kasus Besar BLBI
Posted by Unknown on Senin, 29 April 2013 | 0 komentar
Analisis Kasus Besar BLBI, Analisa dan Pelaku disertai Jumlah Dana yang Belum di Bayar, Kerugian Negara Indonesia Akibat Terjadinya kasus BLBI.
Pelaku dari kasus aliran dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
adalah bankir-bankir itu sendiri. Mereka “nakal”, tidak mau
mengembalikan dana BLBI. Hal ini menimbulkan indikasi bahwa memang ada
penyewelengan bantuan dana itu. Berikut beberapa data mengenai hal
tersebut. Diantaranya adalah:1. Daftar bankir yang diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK):
a. Atang Latief (Bank Indonesia Raya – hutang 325,46 miliar);
b. James Januardy (Bank Namura Internasional – hutang 123,04 miliar);
c. Ulung Bursa (Bank Lautan Berlian – hutang 615 miliar);
d. Lidia Mochtar (Bank Tamara – hutang 202,80 miliar);
e. Omar Putirai (Bank Tamara – hutang 190,17 miliar);
f. Marimutu Sinivasan (Bank Putera Multikarsa – hutang 1.130,61 triliun).
Sumber: Koran Tempo, 18 Oktober 2004
2. Daftar bankir yang diserahkan ke Kepolisian:
a. Baringin Panggabean (Bank Namura Internusa – APU (Akta Pengakuan Utang) – 158,93 miliar);
b. Santosa Sumali (B.Metropolitan – APU – 46,55 miliar);
c. Fadel Muhammad (Bank Intan – APU – 93,28 miliar);
d. Santosa Sumali (B. Bahari – APU – 295,05 );
e. Trijono Gondokusumo (Bank PSP – APU – 3.3031,11 triliun);
f. Hengky Widjaya (Bank Tata – APU – 461,99 miliar);
g. Taony Tanjung I Gde Dermawan (Bank Aken – APU – 680,89 miliar);
h. Tarunojoyo Nusa (Bank Umum Servitia-APU-3.336, 44 triliun);
i. David Nusa Widjaya Kaharuddin Ongko (BUN – MRNIA (Master Refinancing and Notes Insurance Agreement) – 8.348 triliun);
j. Samadikun H. (Bank Modern – MRNIA – 2.663 triliun).
Sumber: Koran Tempo, 18 Oktober 2004
Data di atas menunjukkan bahwa memang para bankir itu terindikasi melakukan penyelewengan dana BLBI. Polisi dan KPK masing-masing menyelidiki jika terdapat unsur-unsur korupsi terhadap bankir-bankir tersebut.
2. Kualifikasi Kasus BLBI
BLBI itu termasuk kejahatan korupsi, bukan kejahatan perbankan biasa karena terdapat unsur-unsur yang mendukung hal itu. Salah satunya adalah disuapnya Ketua Tim Jaksa Kasus BLBI, Urip Tri Gunawan oleh Syamsul Nursalim di kediamannya. Padahal, Syamsul Nursalim merupakan obligor dari BDNI terkait BLBI. Terlihat bahwa Syamsul menyuap Urip sebagai syarat agar kasusnya “dilepas”. Jadi, disini unsur korupsinya yaitu penyuapan.
Kemudian, merujuk ke belakang dimana saat-saat pertama kasus ini mencuat, dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi juga. Karena kasus ini berawal dari tahun 1997, maka ketentuan peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Unsur korupsi lainnya terpenuhi, yaitu memperkaya diri sendiri. Hal ini menyebabkan negara merugi karena dana BLBI yang seharusnya dikembalikan malah hilang entah kemana dan tidak dikembalikan. Seperti tercantum dalam pasal 1 ayat (1) angka {a} yang berbunyi, “Dihukum karena tindak pidana korupsi ialah: barangsiapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu Badan, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara, atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara .”
Jelaslah, ternyata kasus aliran dana BLBI itu adalah masuk ke dalam ranah pidana, yaitu kejahatan korupsi. Unsur-unsur tindak pidana korupsi pun terpenuhi (meskipun tidak semuanya). Adalah memperkaya diri dan penyuapan.
3. Penghentian Kasus BLBI
Kasus ini tidak dapat dihentikan hanya dengan membayar/mengembalikan dana BLBI oleh para obligor. Hal ini dikarenakan, pengembalian uang negara itu tidak akan menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana korupsi.
Sesuai dengan pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa: “Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidanya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal Pasal 2 dan Pasal 3.”
Lebih lanjut di dalam penjelasan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tersebut, pasal 4 menyebut bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara hanya merupakan salah satu faktor yang meringankan.
Oleh karena itu, kasus BLBI tidak bisa selesai hanya dengan mengembalikan dana BLBI kepada pemerintah melalu Bank Indonesia oleh bankir-bankir bank yang bermasalah.
4. Peraturan Perundang-undangan Untuk Menjerat Pelaku Kasus BLBI dan Proses Penyelesaiannya
Ketentuan peraturan perundang-undangan yang dapat menjerat para pelaku di balik kasus BLBI adalah ketentuan di dalam Undang-undang No.3 Tahun 1971 (pasal 1 ayat (1) angkat {a} dan {b}) Juncto Undang-undang No.31 Tahun 1999 (pasal 2 ayat (1), pasal 3, dan pasal 4).
Selain dijerat oleh ketiga Undang-undang korupsi di atas, juga bisa oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai penyertaan, percobaan, maupun penyitaan (pasal 39 KUHP).
Untuk proses penyelesaiannya, bisa menggunakan Undang-undang Darurat
Nomor 7 Tahun 1955 Tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi maupun Undang-undang No.3 Tahun 1971 Juncto Undang-undang No.31 Tahun 1999.
kesimpulannya SANGAT MENGERIKAN !!!!
sekian infobenar artikel Politik Busuk tentang Analisis Kasus Besar BLBI
0 komentar for "Analisis Kasus Besar BLBI"
Leave a reply